Wednesday 25 June 2014

PRESS RELEASE : MENGUAK SEPAK-TERJANG MAFIA PROPERTI DI TANAH AIR

UNSTOP Indonesia - UN Service To Optimize People

PRESS RELEASE

MENGUAK SEPAK-TERJANG MAFIA PROPERTI DI TANAH AIR

Audiensi Bapak Hari Jogja - Asisten Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pengendalian Permukiman
Balai Kota, Jakarta, Kamis 26 Juni 2014, Pukul 10.00 WIB


Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak negatif di tanah air, dan sebagian di antaranya masih berlarut hingga sekarang. Salah satunya adalah Apartemen Rajawali Chrysant yang berlokasi di Jl. Rajawali Selatan II No. 1-B Kel. Gunung Sahari Utara Kec. Sawah Besar. Apartemen yang pada awalnya direncanakan selesai pembangunannya setinggi 36 lantai pada tahun 1996 ternyata sampai sekarang baru selesai setengahnya yang bisa dihuni, sehingga menjadi sengketa selama belasan tahun antara Kontraktor PT. Hutama Karya (BUMN) dengan Developer PT. Jaya Nur Sukses (Dalam Pailit, d/h BUMD). Yang lebih runyam adalah sengketa antara dua gajah ini mengakibatkan keresahan dan perselisihan pula di kalangan para penghuni yang berjumlah sekitar 500 orang.

Kurator yang dilimpahi wewenang oleh Pengadilan Negeri untuk mengambil alih aset dan kepengelolaan apartemen dihalangi oleh "Penguasa" setempat yang mengklaim sebagai PPRS (Persatuan Penghuni Rumah Susun) akhirnya malah menghilang begitu saja, meninggalkan ketidakpastian hukum di lapanganAnehnya kemudian tiba-tiba saja apartemen tersebut sudah dimenangkan lelangnya oleh PT. Hutama Karya Realtindo, anak perusahaan dari PT. Hutama Karya yang diketahui sebagai pihak dibalik penggugat pailit PT. Jaya Nur Sukses. Artinya Kurator hanya melaksanakan sebagian keputusan pengadilan, sehingga patut diduga merupakan bagian dari jaringan mafia peradilan dan/atau mafia properti yang biasanya melibatkan Hakim, Kurator dan Penggugat. Indikasi lainnya adalah dua permohonan PKPU di pengadilan yang sama yang diajukan dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa mengalami keputusan yang berbeda. Ditambah lagi dua dari empat hakim yang diberhentikan MA dalam perkara pailit Telkomsel karena menerapkan pasal lama yang memberikan fee besar ke Kurator adalah juga merupakan hakim pemutus perkara pailit apartemen ini.

Pempov DKI Jakarta dan Dinas-dinas terkait terkesan menutup mata dan mengabaikan berbagai laporan masyarakat yang masuk, begitu juga dengan pihak Kepolisian serta institusi/lembaga lainnya seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, Ombudsman, Kemenpera, KemenPAN-RB, Kemenkumham, Komnas HAM dan lain-lain, termasuk Presiden RI. Survei kami menunjukkan bahwa hampir 80% dari 69 institusi/lembaga publik yang disurvei memble kinerja pelayanan publiknya dalam menerima dan/atau menindaklanjuti laporan/pengaduan dari masyarakat alias rapor merah. Sepertinya Reformasi Birokrasi yang sudah sejak lama dicanangkan oleh pemerintah dan bahkan sudah didukung oleh UU Pelayanan Publik perlu di-"reformasi" juga.

Apa yang sebenarnya ditutupi-tutupi oleh "Para Penguasa" di negeri ini? Mungkinkah Indonesia hanya boneka yang bisa seenaknya dipermainkan oleh "Para Dalang", tergantung tema sandiwara yang diinginkan? Mungkinkah ini salah satu bukti nyata masih adanya kekuatan Orde Baru, mengingat salah satu stake holdernya adalah PT. Hutama Karya?

Kalau benar sinyalemen kami di atas, bisa dibayangkan berapa besar potensi pendapatan daerah dan/atau negara yang hilang, ditambah lagi dugaan penyalahgunaan APBD/APBN, selain dampak seperti pelanggaran HAM, perlindungan konsumen, pelecehan hukum dan sebagainya. Bila kasus ini saja tidak bisa dituntaskan sampai ke akar-akarnya, kami ragu apakah kasus yang jauh lebih besar seperti Century, Hambalang dan sebagainya bisa terpecahkan.

"Ayus"
Inisiator - UNSTOP Indonesia                         Email : xxxxx@gmail.com

Mobile : +62 xxx xxxx xxxx                             Website : http://unstopindonesia.wordpress.com

###
Untuk artikel-artikel menarik lainnya atau informasi lebih mendetil silakan klik di http://unstopindonesia.wordpress.com dan http://pressdki.blogspot.com